Minggu, 15 Juni 2008

Sajak-Sajak

ADA MUSIM YANG HILANG DI KELOPAK MATA ANAKKU

*
ada musim yang hilang di kelopak mata anakku
kita adalah kaum yang menyulam sepi
kupukupu adalah ibumu
ia punya kepak sayap yang indah
tempat kita menemukan jalan pulang
meniti gerimis dan pelangi.

jika dirimu lelah anakku
sapalah matahari yang setia di balik ransel hijaumu
tawarkan kepadanya serpihan senyum
yang pernah aku ukir di pipimu

jangan kau hujamkan dengus nafasmu pada bebatuan
yang berserakan di hadapanmu
pungut dan taburkanlah pada sebuah pematang
yang telah kita sulam di bawah mendung
ada keringat di dahimu itu adalah cahaya,

bawalah cahaya itu anakku
karena itu adalah warisan yang tersisa
dari kita yang menyulam sepi

**
musimmusim tetap hilang di kelopak mata anakku
camar sumbang sudah pada amuk laut
karang-karang meradang pada gelombang
sementara kita tetap menyulam sepi
kamu tahukan anakku, kemana mesti mengayuh?
layar tak mungkin kita kembangkan lagi
karena sudah kita sulam untuk jubah rajaraja
ada darah di telapakmu, itu adalah cahaya

Jagalah cahaya itu, anakku
Karena itu adalah semangat yang tersisa
dari batin yang menyulam sepi

***
tetap saja musim hilang di kelopak mata anakku
kita bermukim di atas abu

Pekanbaru, 09122007

***

GERHANA AIRMATA


I
ini hanyalah kegelisahan
yang kutumpangkan pada angin
dan hujan yang turun semalaman
tak mungkin lagi air mata
kuseduh untuk meredakan tangis bayi

oh, perisitiwa

sujud lah sekalian sujud
biar basah kening ini basah
basahi juga bibir ini dengan kalimah
panjangkanlah malam ini panjang
sepanjang ayat-ayat untuk mengukur rindu
agar terukir di kedalaman kalbu

bukankah azan esok subuh
mampu melebur ingatan tentang
perempuan yang pergi
bersama mimpi dan impian
ataupun kepasrahan yang ditinggalkan


II
tak sulit rasanya aku menemukan rumahmu
rasanya baru berapa musim kita merentang waktu
meskipun ada perih yang kau rajam ke dalam lubuk hatiku
di ruang kanak-kanak kita,
kau seperti kupu-kupu ungu
aku seperti gembala yang menemani siangmu yang riang
bisa aku buatkan kau taman
untuk bermain dirimu dan diriku serta anak-anak yang kelak
kita semai di dalam rahimmu
kuharap kau mau menaiki perahuku
mengarungi danau puisi
dengan riak-riak kata yang terkadang tajam
untuk lidahmu

kuharap kau tidak mengusirku
karena aku datang bukan untuk menghanyutkan impianmu
biarlah kau rajam hatiku dengan lidahmu yang tajam
tapi jangan kau usir aku

di teras rumahmu
izinkan aku merangkai janur kuning dan tenda biru
tanda bahwa ada seribu puisi yang belum sempat
kubungkus untuk kado

rantau gerimis, 28042008
Riau Mandiri, 15 Juni 2008