Perjalanan Subuh
: reformasi celana dalam
aku terbangun pada sebuah subuh yang gigil
menemui diriku meyusuri lorong-lorong panjang dan sepi
memungut sisa cahaya bintang yang tinggal satu dua
aku sebenarnya gamang membaca hari-hari
gamang akan perutku yang keroncongan
atau teriakan kelaparan dari sudut-sudut jalan
kuhirup udara yang sebentar lagi penuh candu
dan kuseduh air dari kebun embun
lalu,
aku tertegun pada pertemuan siang-malam
ketika oplet tua dengan suara klakson merintih
suara penjual roti menjajakan sisa kemarin
atau rengekan bocah-bocah mandi pagi
aku ingat anakku,
bukankah ini hari pertama baginya untuk sekolah?
ah, seragam untuknya belum sanggup kubeli
belum lagi buku, pensil, sepatu, tas baru, kaus kaki dan jam tangan
"jam tangan?" tanyaku dengan kening yang berlipat
"iya ayah agar aku tak menyia-nyiakan umur" katanya
setiap langkah kupasang tanda
agar tak tersesat saat kembali
apalagi perjalanan masih terasa jauh
belum lagi kadang cuaca tak tentu arah
musim seperti menertawakan
kadang badai, kadang kemarau, kadang banjir
ah, banjir
aku ingat kemarin banyak bantuan sembako yang salah alamat
dengan balutan bendera parpol dan gambar-gambar pejabat
matahari telah mengurut ubun-ubunku
kemacetan mulai menghadang perjalanan
apalagi lampu merah cuma jadi hiasan
pada kota yang makin jangkung dan angkuh ini
anak-anak penjaja koran berhamburan
"ada razia, ocu" katanya padaku dengan nafas yang ngos-ngosan
aku lelah,
istirahatlah dulu sebentar, aku bergumam pada diri sendiri
bukankah saat tak ada lagi yang mau mendengar
masih ada hati tempat menimang pendapat?
di bawah pohon rimbun,
di pinggir jalan aku menyandarkan tubuh
melepas penat dan mengendurkan urat-urat
mematut baliho raksasa gambar calon gubernur
atau gambar iklan sampo dengan model perempuan setengah telanjang
aku ingat cita-cita anakku : mau menjadi hakim
ah, mampukah hukum dan keadilan tegak di negeri ini?
bukankah hukum hanya sepotong roti,
dapat ditawar dan dibagi-bagi?
tak terasa angin siang membelai
hingga aku lelap bermimpi
sampai tangan petugas pamong praja
mencekal leherku
"bangsat kau gelandangan" umpatnya.***
rantau dalam gerimis, 28042008
Negeriku Berwarna Kelabu
Ada asap dan mantra mantra
Sepanjang sejarah dan hapalan bisu
Negeriku negerimu dan negeri ibu
Sepanjang pantai yang berbibir burai
Sepanjang bukit dan betisnya berjuntai
Tiba-tiba asap menyelimuti negerimu ibu
Ada bangkai dan aroma burung hangus
Kota kelabu, 120108
Resah
Aku berjalan tanpa suara
Mencari makna pada sebuah pencarian
Gelisah dalam pertemuan dan perpisahan yang kita buat sendiri ada air mata yang mengering di ujung senja dan isak yang masih tersisa ku merindui malam yang kita bagi tanpa ada prasangka dan benih dusta aku terus melangkah tanpa suara mencari sisasisa riwayat makna terlupa ada reruntuhan yang menyisakan puing dan debudebu ada api yang membakar api serta racun menyergap dalam ingatan aku ingin menyisakan tangis walau separuh sudah tumpah dalam mimpi buruk semalam kita akan terus mencari atau kita yang didatangi?
***
Kota dalam keresahan, 12-01-08