Jumat, 28 November 2008

sajak

SENANDUNG GALAU BATANG KAMPAR

rakit-rakit kenangan batang kampar
bukankah itu yang selalu kau rindukan
sepanjang perjalanan tahun-tahun lampau
di tiang ujung jembatan inikah penantian itu,
… wahai gadi berkerudung merah
sejuta puisi akan kau labuhkan?
senyap yang menyelinap


bersama keping-keping kenangan yang hanyut
oy… karamkan saja sampan-sampan
sepanjang pesisir batang kampar
lenyapkan bersama riwayat datuk tabano
dan hisaplah daun-daun yang mabuk itu

-bukankah tanah kita ranah mimpi?-

mentaripun rebah seperti matamu
keping kenangan telah jauh hanyut
bersama kecemasan bernama adzan
inikah simbol kemajuan?
oy… gadi,
di tanah itu telah kubangun simbol serambi mekkah
seperti yang ada dalam mimpimu
berhentilah mengigau
*

kampung-kampung kenangan batang kampar
inikah yang tak pernah kau temukan
telah lama hilang ditelan bendungan
lenyap menyelinap serupa riwayat panglimo khotib
oy… gadi dimanakah arahmu kini
telah pulakah hanyut ditelan batang kampar?

“Untukmu gadi”
aku menunggu disini,
berharap gerimis menunjukkan jejak
merintang jarak
ku tunggu juga kepulanganmu di atas bukit cadika,
belailah rinduku yang ngilu
masihkah janjimu setajam sembilu
cepatlah kita tuntaskan
sebelum selesai ziarah ini
sebelum hujan menjelma badai
sebelum titik hujan yang masih berdenting di atap rumah
memenjarakan waktu di titik ini

“sudikah dirimu menanti pelangi?”

aku kian gamang
senandungkan batang kampar yang pasang
tebas saja rumpun-rumpun aur
biar runtuh tebing dan pematang
bukankah kita ingin menyaksikan
semua lipatan kenangan hilang ditelan gelombang

terus sajalah menyusuri
hikayat yang hanyut itu
serupa parade sampan hias balimau kasai
**
Bangkinang-Pekanbaru, Juli 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar